Wednesday, December 1, 2010

Living a Drama

Kali ini serius ah, menggunakan bahasa yang lebih "beradab" dikit...

Jadi sebelumnya saya sudah menceritakan tentang proses persalinan yang saya jalani. Semuanya berjalan lancar sampai ke bagian dimana bayi saya tidak mau menangis. Setelah beberapa menit menunggu, suami saya kembali dan mengatakan bahwa bayi saya baik-baik saja. Alhamdulillah. Bayi laki-laki dengan berat 2.56 kg, panjang 47 cm, terdapat tanda lahir alias tompel kecil di lehernya yang menandakan bahwa ia adalah bayi kami, jadi Insya Allah ngga bakal tertukar dengan bayi lainnya. Sekaligus tanda bahwa ketika lahir ternyata lehernya terlilit tali pusar sebanyak 2 lilitan. Luckily he survived.


Bayi kami bernama YARDAN RASHAD PERDANA, Yardan artinya Raja, Rashad adalah orang yang bijaksana, Perdana bisa berarti anak pertama atau ngikut ayahnya yang nama belakangnya Perdana. Harapannya tentu saja anak ini nanti dapat menjadi pemimpin yang memiliki sikap bijaksana. Amiiiin!
Atas anjuran dokter anak, Yardan tetap harus berada di inkubator karena kadar oksigen dalam tubuhnya masih kurang. Saya juga masih belum dapat menyusuinya langsung jadi suster menganjurkan agar ASI saya diperah saja. Sedih juga sih, padahal saya sudah membayangkan diri saya menggendong Yardan dan menyusuinya.
Yardan dalam inkubator
Day 1-2

Suasana bahagia atas kelahiran anak pertama masih sangat terasa. Banyak orang-orang yang menjenguk untuk memberikan ucapan selamat dan hadiah. Saya baru dapat kesempatan melihat Yardan setelah beberapa jam, itu juga dari luar inkubator. Saya hanya bisa memegang tangannya melalui lubang yang ada di samping inkubator tersebut. Hanya saya dan suami yang diperbolehkan masuk ke dalam ruang NICU, sementara orang lain hanya dapat melihat Yardan melalui kaca pembatas ruang bayi.

Alhamdulillah meskipun berada di dalam inkubator, Yardan masih dapat diberikan ASI. Walaupun saat pertama kali saya menggunakan breast pump ternyata ASI saya sama sekali ngga keluar, tapi ketika diperah  manual pakai tangan masih bisa keluar sedikit (belakangan saya tahu teknik memerah saya salah). Yardan juga terpaksa diinfus karena kondisinya belum stabil, sebenarnya ngga tega, tapi mau bagaimana lagi kalau itu ternyata memang yang harus dilakukan. Soal kejar-kejaran stok ASI ini juga cukup membuat saya sangat lelah, karena hampir seluruh kegiatan saya adalah memencet-mencet payudara agar ASI bisa tercukupi hingga tenggat waktu yang diberikan.  Jujur saya mulai lelah, apalagi tamu terus berdatangan. Ketika tiba waktu istirahat, langsung saya gunakan untuk memerah kembali setetes demi setetes. Oh well...

Satu hal yang saya tidak suka ketika masuk ruang NICU untuk bertemu Yardan adalah suara mesin pengukur saturasi oksigen tubuh yang terpasang pada Yardan. Tiap kali angka berada di bawah 80%, mesin itu akan mengeluarkan suara "BIP BIP BIP BIP" yang mengganggu sekali. Saturasi oksigen manusia normalnya adalah 100%, maka tiap kali mesin itu berbunyi pasti saya langsung parno. Dan mesin itu bunyi sering banget lho,  sampai akhirnya saya dan suami jadi kebal dan terbiasa.

 Day 3-4

Kabar buruk datang. Salah satu dokter anak mengatakan bahwa ia mendengar suara bising dari jantung Yardan, ia berasumsi ada kemungkinan anak saya memiliki Penyakit Jantung Bawaan (PJB). Sekejap dunia saya terasa runtuh, saya menangis tanpa henti di dalam ruang NICU sambil memeluk suami saya. Tidak peduli saya menangis di hadapan dokter atau suster-suster disana, toh mereka juga hanya diam seribu bahasa. Seakan ini adalah puncak dari kelelahan dan menahan perasaan selama tidak dapat memeluk Yardan. Mengapa harus anak kami? Please Allah, give us a break!

Ketika kembali ke kamar, kami berdua tidak dapat berkata apa-apa. Aldi merangkul saya yang terus menangis, tapi kami sama-sama tidak tahu apa yang selanjutnya harus kami lakukan. Semua harapan dan impian yang sudah terbangun seakan lenyap di depan mata.

Keesokannya, hasil echocardiogram menunjukkan kalau anak saya memang memiliki PJB. Diagnosisnya adalah Tetralogy of Fallot, with PA, VSD, MAPCA. Intinya anak saya akan memerlukan operasi untuk memperbaiki fungsi jantungnya. Mendengarnya membuat hati saya hancur, belum terbayang bayi sekecil itu akan menjalani pembedahan, melihat jarum infus bolak-balik dimasukkan saja terlihat terlalu brutal untuk tubuh mungilnya.

Sempat ada cerita lucu juga sih, jadi pada awalnya saya dan Aldi sudah memutuskan untuk mendampingi Yardan saat melakukan echo, tapi ketika saya selesai mandi keadaan dalam kamar kosong, cek ke ruang bayi ternyata Yardan juga sudah dibawa ke ruang radiologi untuk di-echo. ASEM! Suami saya diem-diem pergi sendiri! Langsung deh saya susul ke bawah dengan bermodalkan daster saja. Pas ketemu, Aldi langsung cengangas-cengenges terus nyeletuk "loh kok bisa tau lagi disini?". Halah ini orang! Langsung dong saya marah-marahin kenapa mesti diam-diam pergi gitu.
Dia dengan entengnya jawab,"nanti kalo hasilnya buruk Gemma jadi sedih".
Hehehe, terharu juga sih sebenarnya, ternyata masih ada yang perhatian saat semua orang terfokus pada Yardan.

Day 5-6

Sebelnya, Yardan belum juga bisa dibawa keluar NICU. Sementara kelas konseling ASI dimulai dengan ibu-ibu baru yang membawa bayinya. Saat itu saya memilih tidak ikut daripada sedih ngga bawa bayi sendiri. Saya masih berjuang untuk memompa ASI, takut banget saat itu tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi. Untungnya suster-suster di ruang bayi sabar nunggu hasil perahan saya, bahkan mereka juga memberikan saya kelas privat konseling ASI. 

Masalahnya, tanpa bayi di gendongan saya, semua teori kayaknya menguap ya. Biar bagaimana pun stimulasi terbaik untuk merangsang produksi ASI adalah menyusui langsung si bayi. Sebenarnya beberapa kali saya diperbolehkan menyusui langsung Yardan, cuma dengan begitu banyaknya kabel dan selang infus, hal itu jadi sulit dilakukan.Terpaksa kerjaan saya selama di kamar RS hanya memompa, memompa dan memompa. Saya sampai lupa kapan terakhir kali saya tidur. Saya cuma ingin pulang ke rumah.

Akhirnya saya tumbang juga, jam 2 pagi badan saya panas tinggi. Aldi menyuruh saya untuk stop memerah ASI karena saya sudah terlalu lelah tidak tidur berhari-hari. Rasa bersalah mulai menyelimuti kalau besok pagi Yardan tidak dapat minum ASI. Suster pun menghubungi Dr. Okky untuk melihat keadaan saya. Ternyata saya demam karena kelelahan dan payudara bengkak karena teknik memerah saya masih acak adut. Mau ngga mau saya harus memaksakan diri untuk tidur terlebih dahulu.

Last Day

Saya dibangunkan oleh suara roda boks bayi yang dibawa masuk ke kamar. Ternyata suster membawa Yardan agar saya dapat menyusuinya langsung. Yardan juga dianggap sudah stabil kondisinya sehingga diperbolehkan keluar dari inkubator. Alhamdulillah.... Saya senang sekali karena Yardan memang tidak membutuhkan ASI perahan untuk pagi hari karena saya dapat langsung menyusuinya! Saya juga bersyukur staff RS ini sangat mendukung saya untuk memberikan ASI kepada Yardan. Horeee!

Kabar baik lainnya adalah, kami diperbolehkan pulang. Rasanya ingin loncat-loncat saking senangnya, akhirnya bebas juga! Tanpa babibubebo, langsung urus surat ini-itu dan kami ngibrit meninggalkan RS. Terima kasih ya para dokter dan suster-suster, terutama suster kepala yang sering menghibur saya untuk tetap semangat. Saya siap untuk melanjutkan drama berikutnya di tempat berbeda. Ciao Mama!
senyum pagi hari Yardan saat sudah di rumah
Sampai jumpa di cerita selanjutnya, mudah-mudahan ngga se-drama ini ya, soalnya capek nulisnya cuy!

8 comments:

  1. Nangis meraung-raung lho gw baca ini... Kudos to gemma dan aldi aahh!! Terhura deh liat perjuangan kalian.. bener-bener bak Martha Tiahahu dan Imam Bonjol era melawan kompeni!

    Baydevei aldi baik banget siiihhh... emang para laki-laki dengan mulut setan kayak Aldi dan Eki hatinya pada Masya Allah yaa.. kapan-kapan kita tukeran apa?

    ReplyDelete
  2. HAHAHA!
    Fry, kalo Aldi & Eki tukeran ya ngga ada peningkatan dong, mosok keluar dari mulut setan masuk ke mulut setan juga!
    Kita mbok ya tukeran tuh sama Dude Herlino, biar adem hati kita dibawa ke musholla terus..

    ReplyDelete
  3. Antara sedih dan ngakak!!! Insya Allah perjuangan ibu-ibu ganjarannya juga setimpal yaaa...

    ReplyDelete
  4. duuuh.. mbak Gemma jd termehek2 bacanya, krn inget pengalamanku waktu melahirkan Ayskaa.. hampir sama pengalamannya & di hari kelima baru tau dari hasil echo ternyata Ayskaa dikarunia ToF.. didepan dokter seh pura2 tegar, tp setelah diruangan hanya sama suami & ortu baru deh nangis sesenggukan.. huuuu.. tp setelah kesini baru bisa mengikhlaskan kondisi Ayskaa & hanya bisa melakukan yg terbaik buat kesehatannya.. krn selalu ingat omongan teman yg bilang "anak yg spesial untuk ortu yg spesial".. :)

    ReplyDelete
  5. Hai Mbak Eka,

    Sekarang Ayskaa gimana? Ikutan gabung milis yg aku buat yuk, alamatnya: http://groups.yahoo.com/group/jantungkecilku
    biar kita bisa ngobrol2 ttg anak-anak.. Ditunggu ya..

    ReplyDelete
  6. Berkaca-kaca bacanya. Sesama ibu tahu rasanya melahirkan, dan betapa kita mencintai makhluk mungil itu dan berusaha sekuat tenaga untuk memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. sebagai seorang ibu aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan.

    ReplyDelete
  7. Mampir blogwalking.
    Salam kenal Mbak Gemma..:)
    Saya seorang ibu juga, alhamdulillah putri saya sehat. Hanya saja, saya yang punya kelainan jantung bawaan. Sabar ya mbaak. Semangat ya dedek Yardan :)

    ReplyDelete
  8. Hai Lani,
    wah aku pingin ngobrol-ngobrol dong, boleh ngga?
    bisa minta e-mailnya?
    makasih ya atas supportnya :)

    ReplyDelete